Kronologi Bom Bunuh Diri Makassar

Ledakan bom bunuh diri terjadi di Gereja Katedral Makassar pada tanggal 28 Maret 2021 pukul 10.20 WTA. Bom bunuh diri tersebut dilakukan oleh dua orang yang mengendarai sepeda motor.  Menurut keterangan saksi yang berada disekitar lokasi, sebelum terjadinya ledakan bom tersebut terdapat dua pengendara motor yang mengendarai motor matic dengan nomor polisi DD 5984 MD.

Kedua pelaku tersebut sampai didepan gerbang gereja katedral, kemudian hendak masuk menuju ke dalam gereja. Namun sebelum masuk, pelaku diberhentikan oleh petugas keamanan gereja. Mereka diperiksa oleh petugas bertepatan saat misa telah selesai dan  jemaat misa telah keluar dari gereja.

Seketika itu terjadi ledakan bom yang mengakibatkan 14 korban luka-luka. Korban yang mengalami luka-luka tersebut terdiri dari petugas gereja dan jemaat misa. Selain itu, terdapat satu orang meninggal dunia. Kedua pelaku tersebut diduga seorang laki-laki dan seorang perempuan, hal ini didasarkan pada potongan tubuh yang terdapat di lokasi kejadian berupa potongan tangan, pergelangan tangan, dan jari-jari dari salah satu pelaku.

“Menjelang pilpres 2024, eskalasi teror akan semakin tinggi. Radikalis juga marah karena saat ini sumber dana mereka dibekukan oleh PPATK sehingga pergerakan mereka sedikit terbatasi,” ungkap Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan.

Standwith Nining Elitos

Standwith Nining Elitos

Pada Rabu 10 Maret 2021, terdapat kabar bahwa penanggung jawab aksi IWD Konfederasi KASBI, yaitu Nining Elitos ,dkk di panggil Polda metro jaya yang dijadwalkan pada tanggal 15 Maret 2021.

Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos dipanggil polisi terkait dugaan penghasutan dan pelanggaran kekarantinaan kesehatan. Dugaan tindak pidana yang disebutkan terjadi saat kegiatan unjuk rasa ‘Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK), KASBI, KPBI, FBTPI, FSBPRI, dan SBCSI Garut’ di Kementerian Ketenagakerjaan RI dan Kantor ILO Jakarta.

Dalam laporan polisi nomor: LP/235/III/YAN.2.5/2021/SPKT PMJ tanggal 9 Maret dan Surat Perintah Penyelidikan nomor: SP.Lidik/777/III/2021/Ditreskrimum tanggal 10 Maret. Nining dilaporkan atas sangkaan Pasal 169 KUHP dan/atau Pasal 160 KUHP dan atau Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan atau Pasal 216 KUHP dan/atau Pasal 55 ayat (1) ke-1 e KUHP.

Jika kita lihat bahwa pasal pasal yang dituduhkan terdapat Nining terdapat kejanggalan, dengan jelas tidak melakukan tindakan yang berbahaya yang berdampak terhadap kestabilan keamanan negara , jika Nining Elitos dikriminalisasi atas dugaan pelanggaran karantina lalu bagaimana dengan kasus kerumuman yang disebabkan presiden Jokowi, kasus Presiden Jokowi tersebut dibebaskan, pemerintah seakan akan menutup mata atas segala bentuk permasalahan yang terjadi pada rakyat kecil seperti, kaum buruh, kaum tani , prempuan dan mahasiswa.

Lagi lagi perlu ditegaskan setahun belakangan ini pasca Omnimbus Law-Cilaka diketuk palu oleh DPR sejak 5 Oktober 2020 dan disahkan presiden sejak tanggal 2 November 2020 menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 kini telah menghasilkan turunannya yaitu 4 PP (Peraturan Pemerintah) yang baru antara lain PP nomer 34 tentang tenaga kerja asing (TKA);  PP Nomor 35 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,Alih daya , waktu kerja dan waktu istirahat, dan PHK; PP Nomor 36 tenteng pengupahan; PP Nomor 37 tentang penyelenggaraan program jaminan kehilangan pekerjaan. Dimana mayoritas butuh menyatakan bahwa 4 PP tersebut telah mendegradasi hak hak kaum buruh.

Kami mengajak seluruh mahasiswa dan rakyat Indonesia untuk bersama sama melawan kriminalisasi , pembungkaman demokrasi.

#STANDWITHNININGELITOS

#LAWANKRIMINALISASI

#CABUTOMNIMBUSLAW

#MOSITIDAKPERCAYA

Rapat Kerja dan Foto Kabinet BEM KM Universitas Tidar 2021

MAGELANG (BEM KM Untidar) – Rapat Kerja BEM KM Universitas Tidar pada periode 2021 ini dengan kabinetnya “Sancaya Radmila” usai dilaksanakan pada Hari Rabu (3/03/2021). Rapat Kerja (raker) dalam kegiatannya membahas tentang program kerja dari masing-masing bidang, yang akan dilaksanakan dalam satu periode ke depan. Keanggotaan total sebanyak 111 anggota yang dipimpin oleh Ali Yasfi selaku ketua BEM KM 2021 dan Robi Hardika sebagai wakilnya.

“Selamat berproses bersama, saya harap kita datang bersama-sama ada 111 orang, sampai akhir juga tetap 111” ujar Ali Yasfi selaku Ketua BEM KM dalam Raker yang diadakan di Gedung Suparsono Universitas Tidar.
Selain memaparkan proker masing-masing bidang, dalam raker tersebut juga dilakukan launching logo kabinet “Sancaya Radmila”. Sancaya yang berarti profesionalitas dan Radmila sendiri yang mempunyai arti pengabdian. Sehingga secara keseluruhan arti dari Sancaya Radmila adalah profesionalitas pengabdian.

BEM KM 2021 mempunyai visi yaitu mewujudkan BEM KM yang strategis, profesional dan solutif. Ali berharap BEM KM periode ini menjadi pengalaman menarik dan awal yang baik bagi semua anggota. Ia menuturkan dalam berorganisasi hendaknya dapat menghargai sesama manusia, waktu, sistem, diri sendiri dan yang terpenting adalah dapat berkomitmen.

“Semoga kita semua dapat beradaptasi dan berproses menjadi lebih baik di sini. Mari berdinamika bersama untuk BEM KM Universitas Tidar yang lebih baik lagi.” Pungkasnya.
Rapat Kerja berjalan lancar dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang ada. Kegiatan ini ditutup dengan foto formal kabinet dan informal masing-masing bidang.

Wacana Revisi UU ITE Untuk Keadilan Masyarakat

 

Ilustrasi UU ITE. Foto : Kumparan

MAGELANG (BEM KM Untidar) – Setelah pernyataan Presiden Jokowi dalam rapat pimpinan TNI/Polri secara internal pada Senin (15/2), menimbulkan sebuah wacana revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang kedua kalinya. Jokowi menyatakan, UU ITE dapat direvisi apabila masyarakat merasa tidak ada keadilan, khususnya soal pasal-pasal karet atau multitafsir. Pernyataan Jokowi soal revisi UU ITE tak lepas dari pandangan masyarakat yang mengeluhkan UU tersebut.

Lantas bagaimana perjalanan UU ITE hingga dituding jadi alat kriminalisasi?

Dikutip dari berbagai sumber, gagasan adanya UU ITE kurang lebih bermula sejak awal tahun 2000 di era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Saat itu, masih terjadi kekosongan hukum di ranah dunia maya atau siber. Hal tersbut membuat 2 perguruan tinggi negeri, Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran, berinisiatif menyusun konsep RUU cyberlaw.

UNPAD menyusun konsep Cyberlaw sebagai payung aturan teknologi informasi sehingga bersifat umum. Lebih jelasnya, RUU ini mengatur perlindungan hak pribadi, e-commerce, persaingan tidak sehat, perlindungan konsumen, hak kekayaan intelektual dan tindak pidana cyber. Konsep ini bernama pemanfaatan Teknologi Informasi (TI). Sedangkan UI mengonsepkan untuk bersifat lebih spesifik. Artinya hanya mengatur yang berkaitan dengan transaksi elektronik saja. Hal tersebut dinamakan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik (IETE).

Sementara itu Kepala Biro Humas Kominfo, Ferdinandus Setu, dalam keterangannya pada Februari 2019 menyatakan, gagasan UI dan Unpad kemudian digabung menjadi satu naskah RUU pada 2003. Saat itu, era Presiden Megawati di mana kedudukan Menteri Negara Komunikasi dan Informasi dijabat Syamsul Mu’arif atau biasa disapa Nando. Dalam perumusan RUU ITE, Nando menyebut pada 2005 atau saat Presiden SBY menjabat, Kominfo membentuk Panitia Kerja (Panja) yang beranggotakan 50 orang. Pembahasan RUU ITE dilakukan dalam rentang 2005-2007 saat Kominfo dipimpin Sofyan Djalil dan berlanjut ke Mohammad Nuh. Ketika itu, Nando menyatakan, Kominfo dalam pembahasan RUU ITE menggunakan landasan teori sintesa/hybrid yang merupakan gabungan atau kombinasi antara teori instrumental dan teori substantif. Teori instrumental menyatakan teknologi itu netral. Sebaliknya, teori substantif menyatakan teknologi tidak netral, sehingga konsep yang telah disusun oleh 2 PTN digabungkan.

Setelah melalui pembahasan di DPR yang berlangsung sejak 2003, UU ITE akhirnya disahkan DPR pada 25 Maret 2008. UU ITE kemudian diteken Presiden SBY pada 21 April 2008 dan diundangkan di hari yang sama.

Nando menyebut bagian pertama UU ITE mengatur persoalan e-commerce seperti market place, nama domain, tanda tangan elektronik baik yang digital (mengandung algoritma private dan public key infrastructure) maupun non digital (scan tanda tangan, password, pin, dan sidik jari).

Bagian kedua UU ITE terkait tindak pidana teknologi informasi memuat banyak sub bagian. Sub bagian satu adalah ilegal konten seperti informasi SARA, ujaran kebencian, informasi bohong/hoaks, penipuan online, pornografi, judi online, dan pencemaran nama baik. Sub bagian dua adalah akses ilegal seperti hacking. Sub bagian tiga mengenai illegal interception seperti penyadapan, dan sub bagian empat mengenai data interference seperti gangguan atau perusakan sistem secara ilegal yang tertuang.

Tak lama usai disahkan, UU ITE ketika itu sudah mendapat berbagai kritik. Ancaman kriminalisasi menggunakan UU ITE sudah lama disuarakan berbagai pihak, secara khusus terhadap berlakunya Pasal pencemaran nama baik dan ujaran kebencian/SARA. Berikut bunyi pasal yang mengatur pencemaran nama baik dan ujaran kebencian/SARA.

Pasal 27 ayat (3):

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pasal 28 ayat (2):

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Khusus mengenai berlakunya Pasal pencemaran nama baik, Menkominfo era Presiden Jokowi jilid I, Rudiantara, mengatakan Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak mungkin dihapus. Dalam rilis Kominfo pada Februari 2015, Rudiantara menyatakan jika pasal tersebut dihilangkan, efek jera terhadap para pelanggar hukum akan hilang. Menurut Rudiantara, pasal tersebut sebenarnya memiliki peran besar dalam melindungi transaksi elektronik, khususnya di dunia maya. Namun, dalam penerapannya sering terjadi kesalahan.

Kesalahan penerapan tersebut, membuat banyak orang telah menjadi ‘korban’ UU ITE. Sehingga, Rudiantara ketika itu mengusulkan adanya revisi sebagai solusi agar tidak lagi ada korban akibat salah penerapan pasal. Solusi kedua adalah melakukan pembicaraan dengan aparat penegak hukum agar lebih hati-hati dalam menerapkan pasal tersebut.

Berikut 9 pasal karet bermasalah dalam UU ITE yang sering digunakan untuk merepresi para aktivis maupun orang biasa.

  1. Pasal 26 ayat 3 tentang penghapusan informasi tidak relevan. Pasal ini bermasalah soal sensor informasi.
  2. Pasal 27 ayat 1 tentang asusila. Rentan digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online.
  3. Pasal 27 ayat 3 tentang Defamasi. Rentan digunakan untuk represi ekspresi legal warga, aktivis, jurnalis/media, dan represi warga yang mengkritik pemerintahan, polisi, dan presiden.
  4. Pasal 28 ayat 2 tentang kebencian. Rentan jadi alat represi minoritas agama, serta warga yang mengkritik presiden, polisi, atau pemerintahan.
  5. Pasal 29 tentang ancaman Rentan dipakai untuk mempidana orang yang mau melapor ke polisi.
  6. Pasal 36 tentang kerugian. Rentan dicuplik untuk memperberat hukuman pidana defamasi.
  7. Pasal 40 ayat 2 (a) tentang muatan yang dilarang. Rentan dijadikan alasan untuk mematikan jaringan atau menjadi dasar internet shutdown dengan dalih memutus informasi hoangan atau menjadi dasar internet shutdown dengan dalih memutus informasi hoax.
  8. Pasal 40 ayat 2 (b) tentang pemutusan akses. Pasal ini bermasalah karena penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan.
  9. Pasal 45 ayat 3 tentang ancaman penjara tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dibolehkan penahanan saat penyidikan.

Dari 9 pasal karet tersebut telah tercatat ada sejumlah nama yang menjadi korban. Berikut beberapa korban dari pasal karet UU ITE.

  1. Prita Mulyasari

Pada 15 Agustus 2008, Prita mengirimkan pesan melalui e-mail berisi keluhan dirinya dan teman-temannya terkait pelayanan di Rumah Sakit Omni Internasioal Tangerang. Saat itu, isi e-mail yang dikirimkan oleh Prita tersebut secara tak sengaja tersebar ke sejumlah mailing list di dunia maya. Mengetahui informasi tersebut, pihak RS Omni pun mengambil langkah hukum. Prita dijerat dengan pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik serta pasal 27 ayat 3 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Akibatnya Prita mendapat ancaman hukuman penjara selama enam tahun. Namun, Pengadilan Negeri Tangerang sempat memvonis bebas Prita, sebelum Majelis kasasi Mahkamah Agung mengganjarnya dengan pidana 6 bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. Empat tahun berselang, akhirnya Prita dibebaskan setelah Peninjauan Kembali terhadap kasusnya yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung pada 17 September 2012 silam.

  1. Ervani Handayani

Ervani Handayani harus berurusan dengan hukum akibat curhat di facebook soal mutasi kerja yang dialami oleh suaminya pada 30 Mei 2014. Ia membuat status facebook yang dianggap mencemarjan nama baik bos suaminya. Seletah mengetahui isi curhatan tersebut, Ayas yang namanya disebutkan itu melaporkan unggahan Ervani ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Jaksa penuntut umum menjerat Ervani dengan pasal berlapis. Pertama Pasal 45 ayat 1, Pasal 27 ayat 3 UU ITE, dan pasal 310 ayat 1 KUHP tentang pencemaran nama baik. Enam bulan berselang, akhirnya permohonan penangguhan penahanan Ervani Handayani dikabulkan pada 17 November 2014.

  1. Anindya Joediono

Aktivis Front Mahasiswa Nasional Universita Narotama ini dijerat UU ITE karena mengunggah curhat lewat akun Facebook pribadi, yang mengisahkan kronologi penggrebekan di asrama mahasiswa Papua di Jl. Kalasan 10 Tambaksari, Surabaya, oleh aparat keamanan Juli 2018, dan pelecehan seksual yang dialaminya. Anindya menilai penggrebekan itu hanya untuk menghentikan  diskusi tentang pelanggaran HAM di Papua, karena aparat gabung yang terdiri dari polisi, TNI dan Satpol PP ketika itu tidak dapat menunjukkan surat perintah penggrebekan mereka. Ketika kemudian diperiksa, Anindya dilecehkan secara seksual dan diseret beramai-ramai. Anindya menuliskan kronologi yang dialaminya di Facebook.

Satu tahun kemudian, DPR bersama Kominfo akhirnya merevisi UU ITE dan disahkan pada 27 Oktober 2016. Revisi UU ITE diteken Jokowi pada 25 November 2016 dan diundangkan di hari yang sama.

Meskipun sudah direvisi, pasal-pasal karet di UU ITE yang dirasa bisa menjadi alat kriminalisasi masih didapati. Walau demikian, Kominfo menyatakan pasal-pasal yang dianggap karet sudah dibuat penegasan melalui lampiran penjelasan agar tak multitafsir.

Kominfo menyebut setidaknya ada 7 poin utama dalam revisi UU ITE pada 2016:

  1. Menghindari multitafsir ketentuan larangan mendistribusikan, mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik bermuatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik pada ketentuan Pasal 27 Ayat (3), dilakukan 3 perubahan sebagai berikut:
  • Menambahkan penjelasan atas istilah “mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik”
  • Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan bukan delik umum; dan
  • Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) disampaikan kepada DPR RI sebelum disahkan. UU ITE diundangkan pada 21 April 2008 dan menjadi cyber law pertama di Indonesia.
  1. Menurunkan ancaman pidana pada 2 ketentuan sebagai berikut:
  • Ancaman pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diturunkan dari pidana penjara paling lama 6 tahun menjadi paling lama 4 dan/atau denda dari paling banyak Rp 1 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
  • Ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari pidana penjara paling lama 12 tahun menjadi paling lama 4 tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.
  1. Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap 2 ketentuan sebagai berikut:
  • Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi dalam Undang Undang;
  • Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
  1. Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP, sebagai berikut:
  • Penggeledahan dan/atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP
  • Penangkapan penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1×24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
  1. Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada ketentuan Pasal 43 ayat (5):
  • Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi;
  • Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.
  1. Menambahkan ketentuan mengenai “right to be forgotten” atau “hak untuk dilupakan” pada ketentuanPasal 26, sebagai berikut:
  • Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan;
  • Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.
  1. Memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik dengan menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40:
  • Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan Informas Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang.
  • Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.

Keadilan Universal bagi Warga Terdampak NYIA

Sejak jaman kepresidenan SBY telah memutuskan pembangunan bandara, namun terjadi penolakan keras oleh warga saat itu. Dimulai kembali saat rezim Jokowi yang sangat mengedepankan pembangunan infrastruktur akhirnya melakukan pembangunan besar-besaran. Ada 16 pembangunan bandara di seluruh daerah Indonesia. Pembangunan NYIA ini ada di dalam Master Plan Perencanaan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia  (MP3EI) yang pernah dirancang oleh rezim SBY, lalu ditafsirkan ulang pada rezim Jokowi dengan disusunnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan proyek bandara kulon progo ini masuk ke dalam proyek pusat.

Angkasa pura membutuhkan 632 ha untuk lokasi pembangunan bandara. Sedangkan, 2000 ha akan dibangun <em>Aeropolis</em> (Kota Bandara) didukung dengan perumahan, mall, industri, dan lain-lain. Mereka yang terkena dampak dalam pembangunan NYIA ini sekitar 300 Kartu Keluarga (KK). Rumah dan lahan mereka digusur dan ditukar oleh sejumlah uang. Pemerintah hendak memberikan pelatihan bagi warga-warga tersebut yang terkena dampak berupa menjahit, manajemen pengelolaan uang ganti rugi, kewirausahaan, penyediaan jasa, dan sebagainya. Dalam hal ini yang paling terdampak adalah ibu-ibu dan anak-anak. Dan yang paling tersiksa adalah anak-anak ketika melihat aparat bersitegang dengan orang tua mereka. Anak-anak harus melihat kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepada bapak ibu mereka. Sedangkan ibu-ibu kehilangan air bersih dan kehilangan lahan yang mereka garap.

Tidak hanya itu saja, banyak juga yang akan terdampak dari adanya pembangunan ini selain dari warga yang terkena dampak secara langsung tersebut. Seperti halnya Magelang juga akan terdampak, dengan dijadikan Borobudur sebagai puncak kebudayaan Internasional. Tetapi ini merupakan satu hal dampak positif dari adanya pembangunan ini, karena dapat menaruh perhatian lebih banyak kepada turis untuk datang ke Indonesia. Sehingga hal tersebut dapat menaikkan perekonomian negara.

Kontra pembangunan bandara ini sudah dimulai sejak tahun 2011, warga lokal membentuk organisasi WTT (Wahana Tri Tunggal) berfungsi sebagai evaluator terhadap upaya pemerintah kulon progo, Yogyakarta dan Indonesia. Tetapi WTT mengalami defisit kepercayaan, konflik internal dalam melihat konflik. Adapun juga perkumpulan dari para penolak pembangunan ini yang berbentuk non-struktural, yaitu Paguyuban Warga Penolak Pembangunan Kulon Progo (PWPPKP)

Dari apa yang terlihat secara garis besarnya, konflik di Kulon Progo menciptakan dua bentuk kubu, yaitu kubu yang pro terhadap pembangunan dan yang kontra terhadap pembangunan. Warga yang pro pembangunan adalah mereka yang, misalnya, bagian dari keluarganya merupakan aparatur negara. Sedangkan mereka yang kontra pembangunan adalah mereka yang ingin mempertahankan profesi sebagai petani dengan atau tanpa bandara. Mereka yang sejak awal menyetujui adanya pembangunan tentu mengetahui secara lengkap dampak positif pambungan bandara. Pertama, ganti rugi tanah diatas standar nasional. Kedua, potensi pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tereksposnya destinasi pariwisata yang berlokasi di Kecamatan Temon khusunya dan Kabupaten Kulon Progo umumnya serta dampaknya pada aktivitas wirausaha warga. Keempat, tersedianya lapangan kerja bagi para warga. Konsekauensi sebaliknya, para warga kontra pembangunan bandara melihat pembangunan ini sebagai upaya untuk merampas ruang hidup warga. Pertama, hilangnya mata pencarian utama warga kontra yang mayoritas adalah patani. Kedua, adanya fragmentasi sosial akibat rencana pembangunan bandara. Ketiga, pembangunan bandara tidak berwawasan ekologi dan dianggap sarat kerusakan lingkungan. Keempat, warga kontra meyakini bahwa pembangunan bandara tidak akan berpihak dan berdampak positif pada masyarakat lokal karena pasar ekonomi akan didominasi oleh investor asing. Kelima, warga kontra menolak tanpa syarat pembangunan bandara disebabkan oleh keyakinan bahwa kesejahteraan tidak bisa diukur oleh model-model makro ekonomi.

 

Lalu, apa sekiranya keadilan universal (dalam artian <em>win-win solution</em>) yang bisa terjadi untuk menunjang pembangunan New Yogyakarta International Airport ini ?
<ol>
<li>Kedua belah kubu, baik yang pro maupun kontra terhadap pembangunan harus bersikap terbuka. Pemerintah harus cukup berani untuk menghadapi kedua belah kubu tersebut tanpa berpihak kepada yang pro terhadap pembangunan saja. Namun, warga pun juga harus bersikap terbuka dan bersedia untuk mencari jalan yang baik. Salah satu faktor kenapa konflik ini masih berlangsung adalah karena baik pemerintah maupun warga yang terdampak masih tidak terbuka secara komprehensif. Misalnya, ketika pemerintah mengadakan sosialisasi terkait permasalahan ini, maka akan baiknya jika warga bersedia untuk mengikutinya, pun sebaliknya seperti itu.</li>
<li>Perlu dilibatkannya masyarakat dalam merencanakan, menentukan dan memutuskan segala kebijakan terkait dengan pembangunan ini. Karena masyarakat yang terdampak mempunyai hak di dalam itu, bukankah arti dari demokrasi selalu dibunyikan sebagai sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Lebih daripada itu demokrasi adalah sistem yang kekuasaan-kekuasaan pemerintah dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak perorangan warga negara. Jadi, melimpahkan segala hal yang berkaitan dengan hak-hak warga negara harus langsung dibicarakan kepada mereka yang terdampak, bukan hanya kepada mereka yang disebut sebagai wakil rakyat.</li>
<li>Sejak awal pemerintah harus adil tanpa munafik dalam penggunaan undang-undang sebagai tata cara merealisasikan pembangunan-pembangunan yang ada. Setidaknya tidak ada saling tumpang tindih antar undang-undang. Sehingga tidak akan menghasilkan dikotomi dan multi tafsir dalam mencoba menjalankan setiap kebijakan yang telah ditetapkan. Selain itu, proses konsinyasi tidak boleh diputuskan secara sepihak (pemerintah), proses konsinyasi itu bisa diterima secara hukum apabila kedua belah pihak yang berkonflik telah melakukan kesepakatan dengan pengadilan.</li>
<li>Jika dari proses pemufakatan itu tidak memperoleh hasil yang saling memuaskan. Maka, dalam hal ini bisa diadakan arbitrase (pihak ketiga) sebagai pihak yang tidak ikut dalam pro maupun kontra dalam pembangunan. Sehingga dari itu arbitrase akan mencoba menyaring dan memberikan solusi yang tidak memiliki keberpihakan dan dapat memuaskan dari masing-masing kubu yang ada.</li>
<li>Dan dari kesemua itu pemerintah dalam hal ini harus selalu mendistribusikan keadilan universal. Dalam maksudnya yaitu, menyamakan setiap manusia itu sama di depan hukum. Tidak ada pembedaan antara si miskin dengan si kaya, si cerdas dengan si bodoh, si lemah dengan si kuat. Semua manusia harus sama dimata hukum baik dalam segi profesi, status sosial, status pendidikan, kedudukan ekonomi, dan lain sebagainya</li>
</ol>
Dengan terjadi nya sebuah keadilan universal, maka kehidupan berwarga-negara akan terasa tentram dan sejahtera. Pemerintah maupun masyarakat perlu memiliki kesadaran kolektif dalam hal ini. Sebagai upaya mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Tiorivaldi)

Seminar Public Speaking “Being a good public speaker, for a good public relation”

Sebagai mahasiswa, hendaknya lahir keinginan  untuk  mengembangkan kemampuan kita dibidang akademik maupun non akademik. Sehubungan dengan itu, Kementrian HUMAS, ADKESMA dan FP UNTIDAR mengadakan sebuah C n C Festival (Colleger and Community Festival) yang telah dilaksanaan pada hari minggu (13/05).

Acara ini mengangkat tema Time to show up, time to improve, karena output yang diharapkan dari acara ini adalah Sebagai ajang pengembangan bakat dan kemampuan mahasiswa Universitas Tidar, media untuk memperkenalkan kreatifitas mahasiswa Universitas Tidar, dan memotivasi mahasiswa untuk memunculkan ide-ide inovatif dan kreatif.

C n C Festival ini terdiri dari tiga rangkain acara yang pertama, Seminar Public Speaking yang mengangkat tema “Being a good public speaker, for a good public relation”, dan diisi oleh pemateri yang ahli atau berkompeten dalam bidangnya yaitu Bapak Hani Sutrisno ( Founder Desa Bahasa Borubur) sebagai pemateri pertama, kemudian dilanjutkan penyampaian pemateri kedua yaitu Obed Kresna (Presma BEM KM UNTIDAR). Seminar ini diikuti sekitar 84 mahasiswa Universitas Tidar. Rangkaian acara selanjutnya selanjutnya adalah Handsome and Beauty Class yang di sponsori oleh Wardah Kosmetik.

Puncak acara dari C n C festival adalah Pemilihan Putra Putri UNTIDAR. “Pemilihan putra putri UNTIDAR ini bagus dilaksanakan di kampus, tapi diharapkan dengan terpilihnya putra putri UNTIDAR bisa berdampak nyata dan dapat berkontribusi positif bagi kampus, bukan hanya sebagai ajang ganteng dan cantik-cantikan aja” Ujar Ibu Lorensia selaku  Juri Seleksi pemilihan putra putri UNTIDAR.

Semua peserta yang mendafarkan diri sebagai putra putri UNTIDAR, harus mengikuti 3 seleksi pada 8-10 mei 2018, yaitu seleksi berkas dimana mereka diwajibkan mengirimkan video promosi UNTIDAR dengan durasi 1 menit. Seleksi selanjutnya adalah test tertulis dan wawancara, dan terakhir adalah seleksi unjuk bakat. Rangkaian seleksi ini dilakukan agar menghasilkan Putra Putri UNTIDAR yang bukan hanya cerdas tetapi juga kompeten.

Pada malam puncak , menghadirkan para juri yang ahli pada bidang nya, diantaranya Winda Candra H., M.Pd. (dosen FKIP), jaduk Gilang P., S.I.Kom., M.I.Kom. (dosen Ilkom), Gedeon Guruh ketua ikatan mas mbak Jateng, Bu Ria pemilik LKP Ria Borobudur. Putra dan Putri yang tampil pada malam puncak  terdiri dari 14 finalis yang telah lolos seleksi dan berasal dari 5 fakultas yang berbeda dimana  mereka akan kembali berkompetisi dalam memperebutkan piala Putra Putri Untidar 2018 dan akan sekaligus dijadikan Brand Ambasador Universitas Tidar.

Pemilihan Putra Putri UNTIDAR akhirnya dimenangkan oleh Fajar Rachmad dan Nency wulan dari Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu sosial. Muhammad Chanan ( Fakultas Ekonomi) dan Fransisca Agatha (Fakultas Teknik )  sebagai Runne Up. Ada kategori Putra Putri Favorit yang terpilih yaitu Agung Hartanto (Fakultas Ekonomi) dan Sofia Hidayatur (Fakultas Pertanian). Selamat kepada Finalis yang menjadi pemenang J, segenap warga Universitas Tidar menunggu kontribusimu untuk membawa nama Universitas TIdar membawa Universitas  kearah yang lebih baik.(Nadifa Oksa/BEMKM UNTIDAR)